KURIKULUM

KURIKULUM SATUAN PENDIDIKAN 2021 PENYESUAIAN.pdf

PENDAHULUAN

LANDASAN FILOSOFIS KURIKULUM

1.1 Latar Belakang

Pendidikan kepada anak merupakan investasi masa depan, yang dalam konteks bernegara merupakan harapan masa depan bangsa yang peradabannya terus berkembang dalam rangka menciptakan kesejahteraan individu warganya. Melihat hal itu pendidikan bukan hanya kepentingan bangsa atau individu yang berjalan sendiri-sendiri, tetapi merupakan kepentingan kolektif yang saling membutuhkan secara kolaborasi satu antar individu warga negara yang secara kolektif menjadi tujuan sebuah negara atau bangsa.

Bangsa Indonesia sejak kemerdekaannya telah menyadari hal ini dan menjadikan pendidikan sebagai visi besar. Upaya mencerdasakan kehidupan bangsa merupakan cita-cita awal seperti termaktub dalam pembukaan Undang-undang Dasar Tahun 1945. Visi besar itu selanjutnya diterjemahkan kedalam kebijakan keberpihakan terhadap dunia pendidikan sehingga memperoleh alokasi anggaran sebesar 20% yang secara bertahap direalisasikan. Visi besar bangsa yang mendapat dukungan pendanaan yang besar memerlukan perencanaan yang mempertimbangkan segala aspek secara komprehensif, sehingga arah kebijakan secara konsisten dapat mencapai visi tersebut.

Tantangan masa depan yang bersifat dinamis merupakan upaya menciptakan generasi bermutu dan mampu bersaing dalam merebut kesempatan untuk mewujudkan bangsa yang berperadaban maju. Dinamika masa depan diistilahkan dengan VUCA yang memuat beberapa hal pokok tentang tantangan seperti 1) Voletile (ketidakstabilan), 2) Uncenrtenty (ketidakpastian), 3) Compelexcity (kerumitan), 4) Ambigue (membingungkan). Kegelapan masa depan seperti dimaksud dalam VUCA membuat tugas dunia pendidikan dapat mengantarkan anak-anak ke depan pintu masa depan, dimana merekalah yang akan menjalaninya kelak.

Prediksi kompetensi masa depan adalah ramalan yang dapat kita pakai sebagai acuan sehingga lebih mudah kita dalam membuat suatu rencana. Kompetensi yang diperlukan generasi masa depan dalam mengisi peradaban Era Industri 4.0 saat itu adalah seperti beberapa hal pokok seperti 1) kemampuan berpikir nalar kritis, 2) kemampuan berkreasi dan berinovasi, 3) kemampuan komunikasi yang efektif, 4) kemampuan berkolaborasi dan berkerjasama dalam tim. Kompetensi masa depan yang diharapkan adalah anak-anak yang berkarakter dalam Profil Pelajar Pancasila, yang memuat beberapa pokok nilai seperti: 1) Berketuhanan Yang Maha Esa dan Berahklak Mulia, 2) Mandiri, 3) Kritis, 4) Kreatif, 5) Gotong-royong dan 6) Berkebinekaan Global.

Fakta tentang kondisi terkini pendidikan Indonesia secara umum tercermin dari peringkat PISA yang diterbitkan oleh Organisations for Economic Co-operations and Development (OECD) yang menunjukkan kemampuan siswa Indonesia dalam membaca, maraih skor 371 di bawah rata-rata OECD 487. Hal menarik juga ditemukan bahwa pendidikan Indonesia berada dalam katagori Low Performance dengan High Equity karna ditemukan gender gap in performance dimana siswa perempuan memiliki kemampuan belajar lebih baik dari pada laki-laki. (https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/12/hasil-pisa-indonesia-2018-akses-makin-meluas-saatnya-tingkatkan-kualitas). Sementara kemampuan literasi sains siswa-siswa Indoensia berada pada peringkat ke 70 dengan skor 396. https://edukasi.kompas.com/read/2019/12/07/10225401/skor-pisa-2018-peringkat-lengkap-sains-siswa-di-78-negara-ini-posisi. Rendahnya mutu pendidikan Indoensia di antara 78 negara OECD menjadi salah satu refleksi pemerintah untuk segera mengupayakan kebijakan strategis sehingga dapat meningkatkan kondisi itu di masa yang akan datang.

Selain permasalahan di atas, dengan merebaknya Pandemi Covid-19, menjadi faktor penting yang merubah pola kebijakan pendidikan. Sejak bulan Maret 2020, kebijakan pemberlakuan Belajar Dari Rumah (BDR), telah dilaksanakan untuk meminimalisir ancaman kehilangan kesempatan belajar bagi siswa karena diberlakukannya pembatasan sosial hampir di seluruh wilayah Indonesia. Kebijakan pelaksanaan pembelajaran tatap muka, yang secara berangsur-angsur berkembang secara dinamis mengikuti suasana kebijakan pemerintah untuk menanggulangi terjadinya Covid-19, secara bertahap disesuaikan menjadi pembelajaran tatap muka terbatas.

Fakta mutu pendidikan Indonesia yang masih perlu ditingkatkan ditambah lagi beban ancaman kehilangan kesempatan belajar karena Pandemi Covid-19, maka pemerintah menegaskan kembali pentingnya pemberlakuan kebijakan “Merdeka Belajar”. Kebijakan merdeka belajar fokus kepada beberapa hal terkait penyelenggaan pendidikan yaitu: 1) Penilaian Pendidikan 2) Rencana Pelaksanaaan Pembelajaran, 4) Peraturan terkait Penerimaan Peserta Didik Baru.

Dalam upaya mengembangkan kebijakan “Merdeka Belajar”, maka pemerintah selanjutnya menyederhanakan Kurikulum 2013, menjadi Kurikulum Darurat Covid-19, yang menjadi landasan bagi sekolah dan guru dalam mengimplementasikan prinsip-prinsip merdeka belajar dalam aktifitas keseharian di sekolah. Kurikulum baru yang diluncurkan selanjutnya berdampak kepada Proses Perencanaan Pembelajaran dan Penilaian Pembelajaran. RPP standar Kurikulum 2013, selanjutnya disederhanakan menjadi “RPP satu halaman” yang merujuk pada RPP yang hanya memuat hal-hal pokok sebagai upaya memberi kesempatan kepada guru untuk menerapkan prinsip “Merdeka Belajar”. Desain RPP yang sederhana yang memuat hal-hal pokok saja akan berdampak kepada keleluasaan guru dalam berinovasi di level pembelajaran di kelas.

Kebijakan penilaian pendidikan pada gilirannya terkena dampak dari penerapan prinsip “Merdeka Belajar”. Penilaian pendidikan yang semula hanya berorientasi pemetaan mutu berbasis hasil belajar dari sudut pandang kognitif selanjutnya berkembang menjadi pemetaan mutu untuk mengetahui aspek yang lebih luas, baik dari sisi kompetensi, sikap dan lingkungan belajar. Maka dari itu, kebijakan berikutnya yang mengikuti adalah Assesemen Nasional. Assesemn Nasional terdiri dari 3 (tiga bagian) yaitu: 1) Assesemen Kompetensi Minimum, 2) Survey Karakter dan 3) Survey Laingkungan Belajar (https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2019/12/tahun-2021-ujian-nasional-diganti-asesmen-kompetensi-dan-survei-karakter).

Dinamika perubahan seperti diuraikan di atas selanjutnya menjadi landasan pemikiran dalam penyusunan kurikulum sekolah Tahun Ajaran 2021/2022. Latar belakang seperti dikemukakan di atas merupakan pola pikir yang akan mendasari konsep teknis dari penjabaran kurikulum di tingkat sekolah. Pemikiran di atas akan berpengaruh pada tujuan, prinsip, prosedur, analisis produk hukum input output sumberdaya dan keterlibatan para pihak.

1.2 Landasan Pengembangan Kurikulum

1.2.1 Landasan Filosofis

1. Filosofi Kompetensi Literasi dan Numerasi

Landasan penyusunan kurikulum ini beranjak dari upaya memberikan kompetensi dasar bagi anak untuk dapat mengembangkan aktifitas kegiatan belajar yang lebih kompleks. Kompetensi merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh manusia modern. Kemampuan mendasar tesebut merupakan prasyarat jika seseorang ingin memiliki kehidupan yang layak di peradaban maju sekarang. Kompetensi bidang-bidang keilmuwan yang harus dikuasai oleh anak sekolah dasar akan membentuk wawasan yang kemudian mempengaruhi cara mereka berpikir dan pengambilan keputusan kelak. Sementara ini bidang-bidang keilmuan yang harus dikuasai anak sekolah dasar adalah sebagai berikut :

  1. Dasar-dasar ilmu keagamaan dan sosial yang selanjutnya berkembang menjadi beberapa Mata Pelajaran yaitu Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Sosial dan Seni Budaya dan Keterampilan

  2. Dasar-dasar kebahasaan yang dikembangkan dalam Mata Pelajaran Bahasa Indonesia.

  3. Dasar-dasar sains, yang selanjutnya dikembangkan ke dalam Mata Pelajaran Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam dan Olah Raga dan Kesehatan

Pada level pendidikan dasar batasan mata pelajaran yang dikembangkan menjadi pembelajaran tematik terpadu pada siswa kelas I, II dan III, dan kemudian diarahkan ke pengelompokkan mata pelajaran seperti diberlakukan pada Kurikulum Nasional selama ini.

Kelompok kompetensi kemampuan dasar bagi anak di sekolah dasar, menurut kajian ilmuan kependidikan yang menjadi rujukan dalam pelaksanaan pemetaan mutu internasional yang dilakukan oleh OECD (PISA), dikelompokkan menjadi ranah literasi informasi dan literasi numerasi. Perlu kita sadar bersama, penyederhanaan kemampuan ini merujuk kepada bagaimana seorang anak dengan berbagai macam karakteristiknya sesungguhnya akan mampu belajar jika memiliki dua kompetensi tersebut, sebagai syarat dasar.

Literasi informasi akan sangat berperan bagi seorang anak dalam mencari sekaligus memperoleh ilmu pengetahuan. Karena di abad digital ini, sumber informasi yang melimpah semestinya dapat dimanfaatkan untuk menambah wawasan anak sehingga terbuka peluang-peluang untuk meningkatkan kapasitas dirinya, berdasarkan bakat dan minat. Literasi informasi dibedakan atas literasi faktual, dan literasi informasi fisksi. Literasi faktual adalah kemampuan anak untuk menyerap informasi berupa data dan peristiwa, sementara literasi fiksi merupakan kemampuan anak untuk menyerap makna yang tersirat dibalik narasi teks atau bentuk lainnya.

Informasi yang diperoleh melalui kegiatan literasi informasi akan bermanfaat bagi anak jika mereka mampu mengolahnya. Strategi mengolah informasi faktual dalam bentuk data angka-angka memerlukan kemampuan berhitung sampai penggunaan logika nalar yang lebih tinggi. Kemampuan ini diistilahkan dengan literasi numerasi, yang semestinya dimiliki anak sejak dini. Kemampuan penguasaan terhadap literasi numerasi akan sangat membantu anak dalam melatih kemampuan nalar kritisnya, yang dapat menjadi bekal bagi mereka dalam menguasai kemampuan-kemampuan lainnya.

Maka dari itu literasi informasi dan numerasi, jika dikuasai dengan baik, akan menjadi landasan bagi kecepatan mereka belajar hal yang lain, dalam hal ini mata pelajaran yang lain. Seperti kita ketahui bersama, semua aktivitas keseharian harus disertai dengan aktifitas menyerap informasi melalui membaca, terutama pada di abad digital ini. Demikian pula semua aktifitas menggunakan nalar, sedikitnya pasti menggunakan hitungan angka-angka paling sederhana sekalipun, seperti penggunaan uang dan aktifitas sehari-hari lainnya.

2. Filosofi Sikap

Landasan filosofis dari penyusunan kurikulum ini adalah beranjak dari kesadaran bahwa pendidikan merupakan upaya untuk membangun konsep, merubah cara pandang, sikap dan prilaku generasi penerus sehingga mampu hidup di zamannya kelak. Generasi penerus yang akan menjalani kehidupan di masa yang akan datang akan menghadapi tantangan besar seiring perkembangan peradaban yang semakin maju. Apa yang kita pikirkan dan menjadi kebiasaan hidup kita saat ini ,saat zaman terus berubah di masa depan, situasinya juga akan berubah. Maka dari itu apa yang dipandang layak dipelajari saat ini, saat anak kita menjalani kehidupannya kelak mungkin sudah usang. Maka dari itu diperlukan pemikiran yang bersifat luwes dalam merancang perencanaan pendidikan sehingga model perencanaan yang selanjutnya di tuangkan dalam kurikulum tidak cepat usang dan basi.

Seperti kita ketahui bersama bahwa sesungguhnya yang menjadi kunci dari keberhasilan seseorang dalam menjalani kehidupan adalah jika mereka mampu beradaptasi dengan situasi yang dihadapi. Dengan adaptasi maka siswa sebagai bakal generasi penerus akan mampu menghadapi tantangan. Maka misi sesungguhnya dari pendidkan adalah mampu menjadikan siswa memiliki karakter yang adaptif. Sikap yang paling penting dalam adaptasi adalah siap menerima kenyataan bahwa lingkungan kita akan senantiasa berubah.

Persepsi tentang perubahan juga harus dipahami sebagai sebuah keadaan yang sebelumnya kurang menjadi lebih baik, bukan sebaliknya. Pandangan tentang perubahan yang bersifat positif seperti itu, tidak serta merta menjadikan segala hal yang berubah itu baik, tetapi berubah dari yang sebelumnya kurang ke arah yang lebih baik. Seperti bagaimana menjadikan petani yang dulunya miskin dan terpinggirkan sehingga menjadi mapan dan memiliki peran dalam bidang ekonomi. Pemikiran kompromi yang berdampak buruk dalam bidang politik selanjutnya diubah ke arah kompromi untuk mendatangkan kemaslahatan bersama. Intinya adalah siswa sebagai generasi penerus harus mampu memikirkan dan bertindak untuk berubah menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sehingga mendatangkan manfaat bagi dirinya dan orang lain.

Landasan karakter siswa sebagai generasi penerus seperti itu yang diharapkan mampu terbentuk dalam menghadapi tantangan masa depan yang serba tidak pasti. Dunia pendidikan yang merupakan pihak yang paling betanggungjawab dengan hal ini, seminimal mungkin telah menuangkannya dalam perencanaan pendidikan melalui penyusunan kurikulum. Kurikulum merupakan program yang bersifat komprehensif dalam rangka memberikan arah, pola dan alur pemikiran bagi segenap elemen pendidikan, sehingga memiliki spirit, untuk menjadi landasan dalam berpikir, pengambilan keputusan dan pelaksanaan tindakan di sekolah. Tanpa landasan pemikiran yang kuat seperti itu maka, arah, pola dan alur pendidikan akan salah arah, sehingga harapan untuk mewujudkan siswa sebagai generasi penerus yang akan mampu hidup di zamannya kelak tidak maksimal tercapai.

Pemahaman ini akan memperkuat dan meneguhkan langkah setiap elemen pendidikan di sekolah yang tidak mudah terombang-ambing oleh kepentingan lain yang terkadang tidak sejalan sehingga justru mengaburkan tujuan awal dari semangat pelaksanaan pendidikan di sekolah. Kompleksitas pekerjaan dalam dunia pendidikan dengan segala hiruk-pikuk persilangan antar kepentingan, seminimal mungkin tidak mempengaruhi hakekat pelaksanaan pendidikan itu sendiri. Maka dalam rangka mengatasi permasalahan di atas, perlunya suatu acuan dan standar normatif yang dijadikan patokan sehingga ketika kompleksitas pekerjaan dan persilangan kepentingan tersebut terpaksa dilalui maka diperlukan penguatan dan landasan bersikap yang harus dimiliki oleh elemen pendidikan di tingkat sekolah.

Acuan nilai yang layak dijadikan panduan bersikap dalam menghadapi kompleksitas tantangan tersebut sesunguhnya berlaku pula pada bagaimana kita meneladani siswa dalam bersikap untuk menghadapi tantangan. Maka pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang Ing Arso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, dan Tut Wuri Handayani adalah acuan yang sangat tepat dalam rangka bersikap menghadapi kompleksitas pekerjaan, baik dalam rangka melaksanakan tugas pokok sebagai guru, sekaligus melayani kepentingan pihak lain yang berkentingan dengan sekolah.

Upaya memberi contoh, membimbing dan memotivasi adalah inti ajaran Ki Haja Dewantara seperti disebutkan di atas. Nilai-nilai sikap yang dicontohkan oleh guru, selanjutnya dilakukan pembimbingan selama proses pembelajaran sambil memotivasi mereka untuk terus berkembang dan menemukan jalan yang sesuai dengan kebutuhan zaman. Nilai-nilai yang dicontohkan dan dikuatkan tersebut merupakan konten dari sikap yang harus siswa miliki di masa depan yang bersifat luwes dan adaptif, sehingga mampu menghadapi tantangan yang bentuknya tidak dapat diramalkan secara pasti hari ini.

Nilai sikap yang saat ini dipercaya akan mampu membawa anak-anak kita dapat mengarungi masa depan yang ganas adalah jika mereka telah memiliki Profil Pelajar Pancasila. Profil Pelajar Pancasila memiliki beberapa bagian yang dapat diwujudkan dalam kegiatan pembelajaran di sekolah yang dirinci ssebagai berikut:

a. Beriman Bertakwa Kepada Tuhan yang Maha Esa dan Berakhlak Mulia

Pelajar Indonesia yang berakhlak mulia adalah pelajar yang berakhlak dalam hubungannya dengan Tuhan Yang maha Esa. Pelajar memahami ajaran agama dan kepercayaannya serta menerapkan pemahaman tersebut dalam kehidupannya sehari-hari. Adapun elemen kunci dari Beriman, Bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan Berakhlak Mulia adalah :

1) Akhlak Agama

2) Akhlak Pribadi

3) Akhlak kepada manusia

4) Akhlak kepada alam

5) Akhlak bernegara

b. Berkebhinekaan Global

Pelajar Indonesia mempertahankan budaya luhur, lokalitas dan identitasnya dan tetap berpikiran terbuka dalam berinteraksi dengan budaya lain, sehingga menumbuhkan rasa saling menghargai dan kemungkinan terbentuknya budaya baru yang positif dan tidak bertentangan dengan budaya luhur bangsa. Elemen Kunci Berkebhinekaan Global adalah

1) Mengenal dan menghargai budaya

2) Kemampuan berkomunikasi interkultural dan berinteraksi dengan sesama

3) Refleksi dan tanggung jawab terhadap pengalaman berkebhinekaan

c. Gotong Royong

Pelajar Indonesia memiliki kemampuan gotong-royong yaitu kemampuan untuk melakukan kegiatan secara bersama-sama dengan suka rela agar kegiatan dikerjakan dapat berjalan lancar, mudah dan ringan. Elemen kunci dari gotong-royong adalah :

1) Kolaborasi

2) Kepedulian

3) Berbagi

d. Mandiri

Pelajar Indonesia merupakan pelajar mandiri, yaitu pelajar yang bertanggung jawab atas proses dan hasil belajarnya. Elemen kunci dari mandiri adalah:

1) Kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi

2) Regulasi diri

e. Bernalar Kritis

Pelajar yang bernalar kritis mampu secara objektif memproses informasi baik kualitatif maupun kuantitatif, membangun keterikatan antara berbagai informasi, menganalisis informasi, mengevaluasi dan menyimpulkannya. Elemen kunci dari bernalar kritis adalah:

1) Memperoleh dan memproses informasi dan gagasan

2) Menganalisis dan mengevaluasi penalaran

3) Merefleksi pemikiran dan proses berpikir

4) Mengambil keputusan

f. Kreatif

Pelajar kreatif mampu memodifikasi dan menghasilkan sesuatu yang orisinal, bermakna, bermanfaat dan berdampak. Elemen kunci dari kreatif adalah:

1) Menghadirkan gagasan yang orisinil

2) Menghasilkan karya dan tindakan orisinil

3. Filosofi Skill

Skill dapat dijelaskan sebagai sebuah kemampuan yang dimiliki seseorang karna proses belajar sehingga mereka memiliki pengetahuan dan keterampilan. Skill bersifat sangat spesifik, yang tidak dapat disamakan dengan sikap. Skill seseorang tergantung dari bagaimana bakat dan minatnya mendapatkan ruang untuk dikembangkan. Bakat adalah potensi kemampuan seseorang yang dimiliki sejak lahir tergantung dari faktor keturunan dan kondisi-kondisi ketika mereka masih anak-anak. Sementara minat akan berkembang kemudian ketika mereka berinteraksi dengan lingkungan.

Implikasi dari dua hal di atas adalah, jika bakat memperoleh ruang untuk berkembang dan didukung oleh lingkungan tempat dimana mereka berinteraksi maka akan berkembang menjadi minat. Jika minat ini mendapatkan ruang untuk berkembang melalui intensitas belajar dan latihan yang konsisten maka akan membawa anak atau seseorang berhsil dalam hidupnya. Hal ini akan berbeda halnya jika seseorang yang memiliki bakat tetapi karena tidak didukung lingkungan maka terpaksa mengambil pilihan pekerjaan yang lain, sehingga tidak jarang anak atau orang seperti ini, tidak maksimal dalam aktifitas pekerjaan ataupun kehidupannya kelak. Skill seorang anak akan berkembang maksimal jika pemahaman tentang konsep-konsep kompetensi dasar yang semestiya diperoleh di sekolah dasar selaras dengan bakat yang dimiliki dan berkembang selama proses interaksi dengan lingkungan sehingga membentuk minat.

Berdasarkan pembahasan tersebut, maka kurikulum pendidikan harus memiliki kemampuan untuk menentukan bakat dan minat anak untuk selanjutnya dapat diberikan ruang dalam menggelutinya. Maka dalam pembahasan kurikulum selanjutnya pengembangan bakat minat ini kemudian dituangkan ke dalam kegiatan ekstrakurikuler, dengan mengoptimalkan landasan penguasaan kompetensi dasar sehimgga dapat memberi ruang pembentukan bakat dan minat yang mereka telah miliki, sehingga kelak ketika mereka terjun ke dunia nyata, dapat memiliki skill yang mumpuni. Skill yang mumpuni akan memperoleh tempat yang layak bagi aktualisasi dirinya kelak jika disertai karakter yang adaptif sehingga menjadi orang berintegritas dan dipercaya.

Kompleksitas karakteristik anak sudah saatnya menjadi perhatian bersama. Aspek kompetensi literasi baik informasi maupun numerasi harus menjadi landasan pokok untuk dikembangkan pada anak. Sejalan dengan itu aspek sikap merupakan hal yang strategis dalam kaitan cara anak berinteraksi dengan orang lain untuk menumbuhkan saling percaya secara berkolaborasi berkembang bersama menuju kemajuan. Sementara skill merupakan kemampuan dari sisi pengatahuan dan keterampilan atas dasar bakat dan minatnya yang berkambang berkat dukungan kemampuan literasi yang tinggi. Maka dari itu anak-anak masa depan, akan mampu dan dipercaya dapat bersaing dalam merebut peluang atas tantangan yang ada jika memiliki wawasan, sikap yang baik dan skill yang mumpuni.